Anak Tega Curi Emas Ibunya Rp 115 Juta Demi Belikan Ponsel Pacar, Padahal untuk Biaya Kuliah Pelaku

Seorang ibu bernama Mareta (55) kehilangan emas senilai Rp 115 juta. Emas tersebut ia simpan di lemari kamarnya. Usut punya usut, emas tersebut dicuri oleh buah hatinya sendiri, AF.
Peristiwa nahas ini terjadi di daerah Palembang. Korban mengaku bahwa dirinya ingin menjual emas tersebut guna kepentingan kuliah pelaku. Sayangnya, pelaku malah menggunakannya untuk berfoya foya bersama sang pacar.
Awalnya, AF tidak mau mengakui perbuatan jahatnya tersebut. Namun, setelah didesak, ia akhirnya mau mengaku. Merasa kesal, Mareta lalu melaporkan anaknya sendiri ke Polrestabes Palembang.
Kasubbag Humas Polrestabes Palembang AKP Irene pun membenarkan informasi tersebut. Ia menjelaskan bahwa pihaknya tengah menindaklanjuti laporan itu. "Sekarang korban masih diperiksa, terlapor adalah anak kandung korban sendiri,"jelas Irene seperti dikutip dari Kompas.com.
Adapun laporan ke kepolisian itu dilakukan lantaran Mareta kesal karena emas itu sebenarnya akan digunakan untuk kepantingan kuliah AF. AF yang telah memasuki semester akhir dinilai membutuhkan banyak uang. Antara lain untuk kebutuhan skripsi hingga wisuda, bahkan sampai untuk mencari kerja.
"Padahal emas itu saya simpan untuk persiapannya kuliah, anak saya itu sedang semester akhir pasti membutuhkan banyak biaya, mulai dari wisuda sampai untuk mencari kerja." "Tapi malah dicuri untuk pacar ya," ujar Mareta, di Polrestabes Palembang, Rabu (25/11/2020). Ironisnya, AF menggunakan uang untuk berfoya foya bersama pacar.
Uang hasil penjualan emas digunakan untuk membelikan pacarnya ponsel, sepatu, baju dan barang barang lain. Hal tersebut diakui oleh AF saat didesak keluarga. "Setelah itu anak saya AF didesak keluarga, akhirnya dia mengaku telah mencuri emas tersebut," kata Mareta.
Ayah angkat bocah delapan tahun yang sudah berulang kali mencuri akhirnya buka suara. Sang ayah angkat pun memberikan pengakuan mengejutkan. Bocah delapan tahun yang berulang kali mencuri ini diketahui berinisial B.
Ayah angkat B, Adam, mengatakan bahwa kebiasaan sang anak mencuri ternyata sudah dilakukan sejak duduk di bangku kanak kanak (TK). Diketahui melakukan aksi pencurian sebanyak 23 kali. Hasil curiannya pun mencapai jutaan rupiah.
Diketahui berasal dari Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Meski sudah berkali kali ketahuan, bocah tersebut tak juga jera. Dikarenakan masih di bawah umur, B tak ditahan di kantor polisi.
Ia pun dibina di balai rehabilitasi. Namun saking nakalnya, pihak rehabilitasi sampai menyerah dalam menanganinya. Adam yang merupakan ayah angkat B pun mengaku bersedia mengadopsi bocah tersebut lantaran kasihan dengan kondisi keluarganya yang broken home.
Belakangan, berdasarkan asesmen yang dilakukan Unit UPT PPA Kaltara, B disebut mengalami juvenile deliquency atau kenakalan remaja yang bisa saja menjurus ke arah kriminal. Dan diketahui pula, ayah kandung B kerap mencampurkan sabu sabu ke dalam minuman susunya, sejak B masih bayi. Adam mengatakan saat TK, B sudah sering mencuri di warung warung tetangga.
Meskipun nominalnya tak besar, yaitu Rp 10.000 sampai Rp 50.000, hal tersebut sudah menjadi kebiasaan. Adam pun sering mendapatkan keluhan warga terkait ulah anak angkatnya. Sampai pada suatu saat, dia mempertemukan B dengan korban pencurian serta menghukum B dengan memukul tangannya dengan bambu kecil.
Tak disangka, respons B di luar perkiraan. "Saya panggil dia, saya kasih jumpa orang orang yang melapor kalau dia mencuri, saya kasih kettek (pukul) tangannya pakai bambu kecil, apa dia jawab? ‘Pusing kepalaku pak kalau tidak mencuri’, tertawa orang dengar dia cakap. Macam mana tidak pening (pusing) kepala kalau macam itu dia punya jawaban?" tutur Adam, Selasa (24/11/2020). Lama kelamaan, Adam tak sanggup menanggung malu karena perbuatan B yang tidak bisa dihentikan.
Dia sering mendapatkan komplain yang sama dari warga. "Kalau nakalnya macam anak anak umum, dalam artian tidak mencuri, masih boleh saya kasih sekolah, biar sampai SMP mau saya kasih biaya. Cuma kalau mencuri begitu, malu kita," sambung Adam. Adam lalu mengembalikan B kepada ibunya, R (37) setelah setahun berlalu.
Adam sebenarnya berniat mengadopsi karena B sempat hidup sendirian dengan kondisi ayah ibunya bercerai. "Saat mamaknya ditahan di sebelah (Malaysia), B ini hidupnya luntang lantung sendirian. Mamaknya bercerai dengan bapaknya waktu itu, kebetulan keluarga B pernah sewa saya punya rumah. Jadi saya minta B untuk kami adopsi jadi anak angkat, kasihan kan, itu tahun berapa lupa saya," ujar Adam. Ketua RT setempat, Akas, enggan disalahkan atas kondisi B.
Menurutnya, masyarakat selama ini ikut memantau B karena tidak ada yang mengasuhnya. Namun justru warga merasa disalahkan oleh Dinas Sosial Nunukan yang menganggap masyarakat abai. "Saya bilang ke mereka, ibu jangan bilang begitu, ini anak bukan tinggal dengan orang tuanya, masyarakat sini yang pelihara. Kalau memang kami disalahkan dengan adanya B yang seperti itu, silahkan letak dia di panti sosial, kalau masalah biaya jadi alasan, kami mau bayar setengahnya asal dia sembuh dari dia punya kebiasaan mencuri itu," katanya.
Warga sebenarnya resah terhadap kebiasaan B, namun warga juga tidak bisa menyalahkan B yang masih belum bisa berpikir panjang. Lebih senang keluyuran daripada tidur di rumah bersama ibunya. Sedangkan ayahnya memang tidak bisa membersamai B karena dipenjara delapan tahun atas kasus narkoba.
Ibunya pun sudah pasrah dengan kesulitan hidup yang dia alami. Akas berharap B bisa ditangani, entah di balai rehabilitasi atau di pondok pesantren. "Bagaimana juga, makan saja susah toh, baik lagi mamanya kerja cari uang, pokoknya pasrah sudah mamanya. Memang nakal itu anak, makanya kami berharap dia masuk kemana gitu, ke pesantren kah, harap bisa sembuh dia punya kelakuan," katanya.
Kasus B telah menjadi perhatian khusus kepolisian dan Pemerintah Kabupaten Nunukan. Mereka sempat mengirim B ke Balai Rehabilitasi Sosial Bambu Apus Jakarta pada Desember 2019. Namun selama enam bulan di Bambu Apus, B tak juga berubah lebih baik.
Dia bahkan sempat mencuri sepeda dan memberi contoh buruk kepada teman temannya di Bambu Apus. "Di Bambu Apus dia malah mencuri sepeda orang, uang pembinanya dia curi dan dia belikan rokok, lalu dibagi bagi ke teman teman di sana dan banyak kenakalan lain. Anak anak nakal yang tadinya sudah mau sembuh di sana kembali berulah dengan adanya B, itulah kemudian dipulangkan," ujar Sekretaris Dinas Sosial Yaksi Belaning Pratiwi, Kamis (19/11/2020). Fakta lain yang mencengangkan, ternyata B sejak bayi dicekoki ayah kandungnya sendiri dengan narkoba.
Susu untuk B sering dicampuri sabu sabu agar ia tidak rewel. Sejumlah institusi pun bekerja sama menangani masalah B agar masa depannya bisa lebih baik. Rencananya, B akan dikirim ke balai rehabilitasi narkoba awal tahun 2021.
Kapolsek Nunukan Iptu Randya Shaktika menilai B tidak bisa ditangani dengan cara biasa, apalagi usianya masih anak anak. Dipenjara pun tidak akan menyelesaikan masalah. "Kita pakai nurani ya, apa yang bisa kita lakukan terhadap anak berusia 8 tahun? Ini fenomena yang butuh solusi bersama, ini bisa dikatakan simalakama karena tidak mungkin kita menahan anak 8 tahun, tapi kalau kita lepaskan dia, paling lama dua hari kemudian ada lagi laporan pencurian masuk dan dia pelakunya," ujar dia.
Ketua Forum Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak (PUSPA) Kaltara Fanny Sumajow menjelaskan, B mengalami juvenile delinquency dan bukankleptomania. Stigmatisasi kleptomania untuk B sama sekali tidak tepat. Yang terjadi pada B disebut disebabkan karena kenakalan remaja yang tak lazim dan bisa saja menjurus ke arah kriminal tanpa disadari.
"Dari asesmen yang kami lakukan, kasus ini murni kenakalan remaja. Bahasa psikologisnya juvenile delinquency, sehingga berakibat ABH atau anak berhadapan dengan hukum," kata dia. Perbuatan tersebut, kata Fanny, muncul karena dorongan psikologis yang membuat B melakukan pencurian. Hal itu biasanya memang dialami saat pelaku mengalami trauma di masa lalu.
Apalagi, B merasakan zat adiktif di dalam minumannya sejak bayi sehingga sarafnya tak sehat. Lebih lebih, keluarganya seakan menolak B sebagai bagian keluarga. "Ada SR (stimulus respons), stimulus itu ketika orang memberi dan kita menerima, take and give, kalau dia selalu dibentuk dengan kekerasan. Apa yang dia lakukan? Yang terjadi dia akan membalas dengan kekerasan karena dia ada role model, karena ada contoh. Tapi ketika dia diberi kelembutan maka dia juga akan membalas sedemikian juga," jelas Fanny.